Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Profil Kebudayaan Jawa Barat

image by Indonesia.Travel on flickr.com

Kebudayaan Jawa Barat sering di identikkan dengan budaya suku Sunda. Hal ini karena sebagian besar masyarakat Jawa Barat merupakan warga keturunan dari Suku Sunda. Itulah mengapa sebagian besar kebudayaan di provinsi Jawa Barat kental dengan nuansa Sunda.
 
Provinsi Jawa Barat sendiri terletak bersebelahan dengan ibu kota negara, Jakarta. Bagian timur berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah. Sedangkan pada bagian barat, berbatasan dengan provinsi Banten yang merupakan hasil pemekaran Provinsi Jawa Barat.
 
Meski suku Sunda merupakan suku yang paling besar di Jawa Barat, namun suku ini bukan satu-satunya suku yang ada di Jawa Barat. Berdasar peraturan daerah yang sudah dibuat, di provinsi Jawa Barat dikenal tiga suku resmi yaitu Suku Sunda, Suku Cirebon dan Suku Betawi.
 
Hal ini pulalah yang menyebabkan adanya sedikit pertentangan di tengah masyarakat, khususnya dari masyarakat Cirebon. Pertentangan ini terkait dengan adanya rencana pengubahan nama Provinsi Jawa Barat menjadi Pasundan. 

Sebab, dengan nama Pasundan, sama artinya dengan tanah yang dihuni oleh suku Sunda. Padahal, di Jawa Barat sendiri terdapat beberapa suku.
 
Apabila dipaksakan mengganti nama Jawa Barat menjadi Pasundan, masyarakat Cirebon pada saat itu mengancam untuk memisahkan diri dari provinsi tersebut. 

Hal ini karena penggunaan nama Pasundan dianggap tidak mengakui keberadaan suku Cirebon dan Suku Betawi sebagai bagian dari penduduk Jawa Barat.

Kebudayaan Jawa Barat

 

 image by 3dom on flickr.com

Kebudayaan Jawa Barat sendiri sangat banyak ragamnya. Beberapa diantara kebudayaan Jawa Barat tersebut bahkan sudah dikenal di tingkat dunia, seperti kesenian angklung. Hal ini menjadi salah satu kebanggaan bagi provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Indonesia ini.
 
Angklung sendiri merupakan jenis alat musik yang memiliki nada ganda dan banyak dikembangkan dalam kehidupan tradisional di daerah Sunda. 

Alat musik ini menggunakan bambu sebagai bahan bakunya, yang dimainkan dengan cara digoyang. Nada-nada yang keluar dari alat musik ini berasal dari bunyi yang bergetar karena adanya benturan dari setiap badan pipa bambu tersebut.
 
Untuk melindungi dari pengakuan negara lain, angklung sudah didaftarkan pada lembaga PBB sebagai bagian dari Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia. 

Pengakuan ini sudah ada sejak bulan November 2010. sehingga dengan adanya pengakuan tersebut, angklung sudah diakui sebagai alat musik yang berasal dari Jawa Barat, Indonesia.
 
Meski demikian, tidak pernah ada literatur yang menjelaskan secara pasti kapan tepatnya alat musik angklung ini ditemukan. Namun diperkirakan, semenjak zaman Neolitikum, musik angklung ini sudah ada. 

Hal ini diperkuat dengan bentuk alat musik ini yang masih sangat sederhana dan sesuai dengan tradisi yang berkembang di zaman Neolitikum.
 
Alat musik ini sudah dikenal masyarakat Sunda sejak zaman kerajaan Sunda. Pada waktu itu, angklung digunakan sebagai pengobar semangat para prajurit di medan perang. 

Fungsi ini kemudian terbawa ketika Indonesia memasuki masa penjajahan Belanda. Itulah mengapa, pemerintah Belanda sempat melarang musik angklung ini dimainkan karena dikhawatirkan akan mampu menggugah semangat juang rakyat Jawa Barat.
 
Angklung ini biasanya dibuat dengan menggunakan bambu hitam atau dikenal juga sebagai awi wulung serta bambu putih atau awi temen. Nada yang keluar berasal dari bunyi tabung bambu yang bentuknya seperti bulan dan ada pada ruas bambu yang ukurannya bervariasi dari kecil hingga besar.
 
Dalam kehidupan sehari-hari, angklung sering digunakan untuk memainkan lagu persembahan pada Dewi Sri yang dipercaya sebagai dewi kesuburan. Hal ini mengingat pada masa lalu, kebudayaan Hindu merupakan salah satu budaya yang banyak dianut oleh masyarakat di Jawa Barat.

1. Tari Jaipong

 image by Krissatya Tulus on flickr.com

Selain angklung kebudayaan Jawa Barat yang banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia dan dunia adalah tari jaipong. Tari ini digolongkan sebagai jenis tari pergaulan tradisional di tengah masyarakat Sunda.
 
Tari Jaipong ini merupakan salah satu kebudayaan Jawa Barat yang muncul pasca kemerdekaan Indonesia. Tepatnya, pada tahun 1960 seorang seniman tari Jawa Barat Gugum Gumbira membuat sebuah kreasi tari baru yang ditujukan untuk membuat sebuah tari yang akan digunakan sebagai media pergaulan masyarakat Jawa Barat. 

Tari ini memadukan seni musik dan seni gerak dengan menggunakan tradisi rakyat nusantara, terutama dari Jawa Barat.
 
Walaupun termasuk sebagai jenis tari baru, namun jaipong ini dikembangkan dari berbagai jenis kesenian rakyat yang sudah ada sejak jaman dahulu. Misalnya kesenian Ketuk Tilu, Kliningan dan juga Ronggeng. 

Ketiga jenis kesenian tradisional inilah yang kemudian menjadi nafas dari kesenian jaipong yang dikembangkan oleh Gugum Gumbira.
 
Karya tari Jaipong yang pertama kali dikenal oleh masyarakat yaitu tari Daun Pulus Keser Bojong serta Rendeng Bojong. Untuk tari pertama tergolong sebagai tari putri, sementara untuk tari kedua merupakan tari berpasangan putra dan putri.
 
Di awal kemunculannya, tari jaipong ini sempat menjadi sebuah kontroversi. Sebab, tarian ini dinilai lebih menonjolkan unsur erotisme dan kevulgaran sehingga dianggap tidak sesuai dengan norma ketimuran yang dianut oleh masyarakat.
 
Meski demikian, peminat tari jaipong justru semakin bertambah. Terlebih sejak kesenian ini mulai diekspos oleh media massa dan terutama ketika pada tahun 1980, TVRI sebagai satu-satunya media televisi saat itu memberi kesempatan Gugum untuk mementaskan karyanya di layar kaca.
 
Sejak saat itulah, tari jaipong mulai dikenal luas oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya permintaan pementasan tari jaipong ini. Baik itu untuk kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun dalam rangka hajatan pribadi masyarakat.
 
Dengan adanya seni jaipong ini, menciptakan kontribusi besar bagi para pegiat seni tari untuk lebih kreatif lagi dalam membuat tarian rakyat. Di tingkat masyarakat, minat pada tari jaipong ini terlihat dengan maraknya kursus tari jaipong yang selalu dipenuhi oleh para siswa peserta kursus.

2. Sisingaan

 image by Ikhlasul Amal on flickr.com

Sisingaan merupakan salah satu kebudayaan Jawa Barat yang berasal dari daerah Subang. Kesenian ini merupakan jenis kesenian yang menggunakan alat bantu berupa tandu dengan boneka singa yang diatasnya terdapat seseorang sebagai penunggangnya.
 
Kesenian ini sendiri mulai dikenal sejak tahun 70an. Meski demikian ada pula yang menyatakan bahwa sejak jaman penjajahan Belanda kesenian ini sudah ada. Hal ini dilambangkan dengan boneka singa yang merupakan simbolisasi dari singa kembar yang merupakan lambang dari penjajah Belanda saat itu.
 
Pada saat ini, hampir seluruh desa di kawasan Subang memiliki grup kesenian Sisingaan tersebut. Itulah mengapa di Subang setiap tahunnya diselenggarakan festival Sisingaan sebagai wadah bagi antusiasme masyarakat dalam menjaga kebudayaan khas wilayah Subang tersebut.
 
Secara tidak langsung, hal ini menjadi sebuah daya tarik wisata tersendiri bagi kabupaten Subang. Antusiasme masyarakat sendiri cukup besar dalam mengikuti acara tersebut. 

Karena bagi para pemenang festival tersebut akan diberi kesempatan untuk mewakili Subang pada acara kebudayaan di tingkat regional, nasional atau bahkan di tingkat internasional. 

Pada saat ini, kesenian Sisingaan bahkan sudah menyebar ke beberapa daerah di sekitar Subang, seperti Sumedang, Purwakarta atau juga Kabupaten Bandung.

Itulah sekilas penjelasan tentang  Profil Kebudayaan Jawa Barat, semoga bermanfaat.

Mas Pujakusuma
Mas Pujakusuma "Visi Tanpa Eksekusi Adalah Halusinasi" - Thomas Alva Edison

Posting Komentar untuk " Profil Kebudayaan Jawa Barat"