Mengenal dan Memahami Antropologi Sosial
Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu dari pengetahuan sosial. Ilmu ini mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan budaya yang ada di dalam etnis suatu masyarakat.
Bangsa Eropa merasa tertarik dengan adanya perbedaan budaya serta adat istiadat sehingga kemudian muncullah apa yang disebut Antropologi.
Antropologi berasal dari kata anthropos yang artinya manusia, dan kata logos yang artinya ilmu. Jadi, antropologi merupakan proses mempelajari manusia baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai makhluk biologis.
Definisi Antropologi
Berbagai definisi antropologi muncul dari para ahli antara lain:
1. Koentjaraningrat yang mendefinisikan antropologi sebagai ilmu yang mempelajari setiap manusia secara umum. Mulai dari mempelajari warna kulit mereka, fisik, sampai dengan kebudayaan yang ada.
2. William A. Haviland mendefinisikan antropologi sebagai studi mengenai para individu, yang berupaya untuk menyusun generalisasi yang memberikan manfaat tentang perilaku pada setiap individu.
Setelah itu, Anda akan mengetahui dengan jelas keanekaragaman manusia yang ada di berbagai belahan dunia.
3. David Hunter mendefinisikan antropologi sebagai ilmu yang muncul dari keinginan untuk mengetahui segala macam hal yang ada pada manusia.
Fase Perkembangan Antropologi
Antropologi dalam perkembangannya terjadi dalam 4 fase. Ada pun penjelasannya sebagai berikut:
1. Fase I
Bangsa – bangsa di benua Eropa mulai melakukan perjalanan menjelajahi dunia pada abad ke 15. Diawali dengan penjelajahannya ke Afrika, Amerika, Asia sampai dengan Australia.
Hal-hal baru mereka dapatkan dalam perjalanannya. Salah satunya yaitu berbagai suku asing yang mereka temui dalam penjelajahannya.
Apa yang mereka alami selama dalam perjalanan menjelajahi dunia kemudian mereka tulis dalam sebuah buku atau jurnal. Ini dilakukan sebagai bukti perjalanan dari penjelajahan dunia yang telah mereka lakukan.
Berbagai hal mengenai suku-suku asing juga mereka tulis di dalam jurnal tersebut. Mulai dari ciri-ciri secara fisik dari suku asing tersebut, kebudayaan sukunya, susunan masyarakatnya sampai dengan bahasa yang digunakan di suku asing itu.
Catatan yang ada di jurnal maupun buku harian tersebut merupakan deskripsi mengenai suku asing. Catatan ini dikenal dengan sebutan bahan etnografi.
Catatan ini berisikan berbagai macam deskripsi bangsa-bangsa. Bahan etnografi ini menimbulkan rasa ketertarikan pada para pelajar yang ada di Eropa.
Lalu pada awal abad ke-19 perhatian dari segi ilmiah bangsa Eropa semakin besar terhadap bahan etnografi suku-suku di luar Eropa. Oleh karena itu, timbul upaya-upaya yang dilakukan agar seluruh bahan etnografi tersebut bisa terintegrasikan.
2. Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase kedua, berbagai bahan etnografi yang ada sudah dalam bentuk susunan karangan. Cara penyusunannya dilakukan sesuai dengan pola pikir evolusi masyarakat yang ada waktu itu.
Evolusi secara perlahan terjadi dalam kebudayaan dan masyarakat, namun dalam waktu yang sangat lama. Bangsa eropa menganggap bahwa mereka mempunyai kebudayaan yang paling tinggi dibandingkan dengan bangsa lainnya yang cenderung primitive.
Pada fase kedua ini antropologi ditujukan untuk hal akademis. Pembelajaran yang dilakukan mengenai kebudayaan serta masyarakat primitif. Hal ini untuk memberikan pemahaman tentang penyebaran manusia.
3. Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Ketika kemudian bangsa – bangsa dari benua Eropa mulai membangun koloni di wilayah Afrika, Australia, Amerika dan Asia pada awal abad ke 20, hal itu menandai fase ketiga Antropologi.
Namun, untuk membangun koloni-koloni itu, berbagai macam kendala muncul. Mulai dari cuaca yang tidak cocok untuk bangsa Eropa, hingga perlawanan dari warga pribumi.
Berbagai macam kendala tersebut dihadapi pemerintahan kolonial Eropa dengan mencari kelemahan yang ada pada suku asli tersebut.
Dengan mengetahui kelemahan, maka bangsa asli dengan mudah untuk ditaklukan. Untuk itu, bangsa-bangsa Eropa mulai mempelajari kebiasaan dan kebudayaan suku-suku bangsa lain di Eropa dengan bahan-bahan etnografi yang ada.
4. Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Fase keempat terjadi setelah tahun 1930-an. Pada fase keempat ini perkembangan sangat pesat terjadi pada antropologi. Hal ini ditandai dengan hilangnya kebudayaan asli dari suku bangsa asli yang telah dijajah oleh bangsa Eropa.
Hal ini terjadi karena pengaruh yang datang dari Eropa. Bangsa Eropa dengan sengaja memasukan kebudayaan Eropa ke dalam suku bangsa asli tersebut.
Pada fase ini juga terjadi perang besar di wilayah Eropa yaitu Perang Dunia II. Perang yang terjadi ini memberikan banyak perubahan bagi kehidupan manusia.
Selain itu , juga membuat kehancuran total pada sebagian besar negara-negara di dunia. Kehancuran ini terlihat dari adanya kesenjangan sosial, kemiskinan serta penderitaan yang tidak ada ujungnya.
Akan tetapi, bangsa-bangsa yang mengalami penghancuran oleh bangsa Eropa tidak patah semangat. Semangat nasionalisme bahkan tumbuh supaya bisa membebaskan mereka dari belenggu penjajah. Keberhasilan tampak pada sebagian negara-negara tersebut.
Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang mempunyai rasa dendam yang mendalam terhadap bangsa Eropa. Hal ini dikarenakan penjajahan yang berlangsung selama bertahun-tahun lamanya.
Berbagai proses yang ada pada perubahan tersebut menimbulkan perhatian ilmu antropologi. Bangsa Eropa sekarang lebih mendalami suku bangsa yang ada di pedalaman Eropa yaitu suku bangsa Lapp, Flam serta Soami.
Unsur dalam Antropologi Sosial
sumber gambar by hp light on flickr.com
Antropologi mempunyai hubungan yang erat dengan unsur, wujud, dan komponen yang ada di dalam kebudayaan.
Ada pun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Unsur Kebudayaan
Menurut Melville J. Herskovits mengatakan bahwa kebudayaan mempunyai 4 unsur pokok yakni kekuasaan politik, keluarga, sistem politik dan alat-alat teknologi.
Sedangkan, menurut Bronislaw Malinowski 4 unsur pokok dalam kebudayaan, meliputi organisasi kekuatan politik, lembaga-lembaga dan alat untuk pendidikan, organisasi ekonomi dan sistem norma yang mengatur kerja sama dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya.
2. Wujud
Wujud menurut pendapat dari J.J. Hoenigman, dibagi menjadi 3 bagian, yakni artefak, aktivitas, dan gagasan. Penjelasannya sebagai berikut:
a. Gagasan (Wujud ideal)
Bentuk ideal dari kebudayaan adalah kebudayaan yang wujudnya berupa kumpulan gagasan, ide, peraturan, norma-norma, nilai-nilai dan lainnya yang mempunyai sifat abstrak.
Abstrak yang dimaksud yaitu tidak dapat disentuh maupun diraba. Wujud dari kebudayaan ini ada di dalam alam pemikiran atau kepala-kepala tiap individu di lingkungan masyarakat.
Bila masyarakat mengungkapkan gagasan mereka berupa bentuk tulisan, tempat yang sesuai dengan kebudayaan ideal tersebut adalah buku hasil karya para masyarakat.
b. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud dari kebudayaan yang merupakan tindakan sesuai dengan pola perilaku yang ada di tiap individu tersebut. Wujud ini dikenal dengan sebutan sistem sosial.
Sistem sosial terdiri atas kegiatan-kegiatan manusia yang mengadakan kontrak, berinteraksi dan bergaul dengan individu lainnya sesuai dengan aturan norma yang berlaku. Wujud ini bersifat konkret. Karena bisa diamati dalam kehidupan sehari-hari.
c. Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan secara fisik yang tercipta dari perbuatan, aktivitas serta karya manusia di dalam lingkungan masyarakat.
Wujudnya yaitu berbagai macam benda yang bisa dilihat, diraba serta didokumentasikan. Bila dibandingkan dengan wujud kebudayaan yang lainnya artefak merupakan wujud yang paling konkret
Di lingkungan, masyarakat dalam menjalankan kehidupan semua wujud kebudayaan menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Misalnya, wujud dari kebudayaan yang ideal mengendalikan dan memberi petunjuk kepada karya (artefak) dan tindakan (aktivitas) manusia.
3. Komponen
Dari wujud kebudayaan tersebut kebudayaan dibagi menjadi 2 komponen yang utama, antara lain sebagai berikut:
a. Kebudayaan material
Kebudayaan material ini lebih menekankan pada seluruh hasil ciptaan masyarakat yang konkret, nyata. Kebudayaan material ini juga meliputi berbagai macam temuan yang dihasilkan dari penggalian arkeologi.
Penemuan tersebut adalah perhiasan, senjata, mangkuk tanah liat dan sebagainya. Selain itu, kebudayaan material juga mencakup berbagai barang lainnya yaitu pesawat terbang, televisi, pakaian, stadion olahraga, mesin cuci dan gedung pencakar langit.
2. Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan material adalah hasil ciptaan yang sifatnya abstrak. Ciptaan ini dari generasi ke generasi diwariskan secara turun temurun yakni cerita rakyat, dongeng, dan tarian atau lagu tradisional.
Sekian bahasan mengenai antropologi sosial. Semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca.
Posting Komentar untuk "Mengenal dan Memahami Antropologi Sosial"