Mengenal Pakaian Adat Sunda
Mengapa pakaian adat daerah satu dengan daerah lain berbeda? Banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, seperti halnya pakaian adat sunda. Kondisi geografis merupakan salah satu penyebabnya.
Apakah tempat itu penuh rawa, berhutan lebat, pesisir pantai, pegunungan, atau mungkin savana, sangat menentukan cara berpakaian suatu masyarakat lokal. Orang berpakaian karena untuk melindungi dirinya dari panas, hujan, hawa dingin, dan serangan binatang.
Pemilihan bentuk juga disesuaikan dengan mobilitas seseorang hingga mudah untuk bergerak. Selain kondisi geografis masih ada faktor lainnya yaitu tingkat ekonomis daerah tersebut, kondisi lingkungan dan alam, nilai sejarah, nilai-nilai spiritual dan religi.
Faktor-faktor ini saling berkaitan satu sama lain sehingga bentuk pakaian adat tidak bisa ditekankan pada satu faktor saja.
Suku Sunda mendominasi daerah Jawa Barat. Tak hanya itu sekitar 19,9 persen penduduk Indonesia berasal dari suku Sunda. Sejak zaman dahulu pun Sunda sudah memiliki pamor yang tak terkalahkan.
Pada zaman dahulu Orang Eropa menyebut wilayah nusantara dengan Sunda dengan merujuk pada paparan Sunda. Nama Sunda sendiri sudah ada sejak tahun 397 yaitu merupakan sebuah nama ibukota Tarumanegara.
Raja Purnawarman yang pertama kali menyebut nama ini. Kata Sund dan Suddha adalah dua kata yang membentuk kata Sunda. Baik dalam bahasa Sansekerta maupun Jawa Kuno terdapat kata Sunda dan mengacu pada arti yang hampir sama.
Arti kata Sunda dalam bahasa sansekerta arti yaitu terang, bercahaya, berkilau, putih. Sementara arti dalam bahasa Jawa Kuno adalah suci, murni, bersih, tak tercela, air.
Masyarakat Sunda terkenal sebagai masyarakat yang rendah hati, religius, dan berani. Meskipun agama Hindu sempat berjaya di Sunda namun pada saat sekarang perkembangan agama Islam sangat mendominasi.
Masyarakat Sunda adalah kelompok masyarakat yang sangat berpegang teguh pada nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai religius dan sejarah menjadi faktor yang berpengaruh dalam mengubah cara berpakaian.
Pakaian Adat Sunda untuk Laki-laki
image by Sgit Kamseno on flickr.com
Letak Sunda dekat dengan daerah Jawa lainnya sehingga secara umum pakaian adatnya hampir sama. Namun pakaian Sunda tetap memiliki perbedaan dan ciri khas tersendiri. Pakaian untuk laki-laki dan perempuan berbeda.
Untuk pakaian adat laki-laki mereka menggunakan jas Taqwa yaitu baju jas yang tertutup sampai kerahnya. Pada bagian bawah laki-laki bisa mengenakan kain jarik yang disebut kain dodot.
Kain ini dipakai setelah mengenakan celana hitam panjang. Kain dililitkan ke badan dengan panjang di atas lutut dan pada bagian depannya menjuntai ke bawah. Sementara juntaian kain di bagian depan berbentuk wiru yang lebar.
Pelengkap pakaian adat untuk laki-laki adalah rantai kuku macan untuk penghias jas takwa, kalung, alas kaki atau selop, dan tak lupa penutup kepala (bendo).
Selain bendo ciri khas dari Sunda adalah ikat kepala. Pakaian tersebut lebih sering digunakan dalam acara-acara yang bersifat resmi. Sementara untuk keseharian masyarakat sunda sangat identik dengan ikat kepala.
Hal ini dikarenakan iket kepala memiliki filosofi yang sudah dihayati oleh masyarakat Sunda. Artinya adalah meleburnya kepribadian masyarakat dengan alam yaitu unsur-unsur utama : angin, seuneu atau api, taneuh atau tanah, cai atau air.
Unsur-unsur utama itu diikat menjadi satu di kepala, menjadikan sebuah simbol bahwa pemakainya juga diikat oleh falsafah-falsafah hidup yang dianutnya.
Ikat kepala biasanya berbentuk kain persegi atau segitiga. Kain segitiga ini disebut dengan setengah iket. Kain yang biasa digunakan bisa menggunakan kain polos yang lebih banyak berwarna hitam atau kain bercorak batik.
Adapaun macam-macam corak batik yang digunakan adalah batik sida mukti,batik kumeli, batik seumat sahurun, batik kawung ece, kangkung, batik manyingnyong, batik katuncar mawur, batik kalangkang ayakan, batik giringsing, dan batik porod eurih.
Adapun cara mengikatkan iket kepala sangat bervariasi dan setiap bentuk iket kepala memiliki namanya sendiri. Bentuk iket dipengaruhi oleh siapa yang memakainya.
Biasanya ada beberapa golongan yaitu bentuk yang khusus dipakai oleh orang tua, kaum muda, para jawara, para petani, dan untuk keperluan sandiwara. Jadi setiap bentuk iket menunjukkan siapa pemakainya, dari golongan apa, status sosialnya seperti apa.
Pada perkembangannya bentuk iket ini tidak seutuhnya sesuai dengan pakem sosial. Siapa saja bisa bebas menggunakan bentuk iket sesuka hatinya. Hanya pada masyarakat tertentu saja yang masih memegang teguh pakem tersebut misalnya Kampung Naga, Cipta Gelar, dan Cireundeu.
Jenis ikat kepala yang dipakai oleh orang tua disebut Julang Ngapak. Bentuk Udeng lebih banyak digunakan dalam forum acara-acara resmi dan biasanya dipakai oleh para orangtua. Bentuk iket yang dipakai oleh orangtua lainnya adalah Tototong.
Bedanya dengan udeng adalah pada bentuknya yang lebih kasar. Selain itu masih ada talingkup. Sementara itu iket kepala yang biasa dipakai oleh kaum muda adalah Kuda Nyinyir, Mamakasaran (lebih cenderung dipakai oleh remaja), Borongbong Keong, Porteng.
Sementara itu, jenis iket kepala khusus untuk para jawara disebut Barangbang Semplak dan Kuda Ngencar (untuk jawara muda). Jawara sendiri adalah seorang jagoan dan dipercaya memiliki bela diri khusus atau bahkan kesaktian.
Pada zaman sekarang bentuk iket ini bisa dipakai oleh siapa saja. Sementara untuk para petani bentuk bungkus peuyeum lebih kerap dipakai.
Selain itu mereka juga memakai Perengkos nangka karena lebih bersifat mudah dipakai. Pada saat terburu-buru bentuk ini lebih efisien dipakai karena hanya dibelitkan saja. Iket kepala juga sering dipakai dalam acara sandiwara-sandiwara tradisional. Bentuk iket Iket Raja atau Satria adalah bentuk yang lazim dipakai.
Pakaian Adat untuk Perempuan
Sementara untuk pakaian adat perempuan hampir sama dengan pakaian adat Jawa lainnya. mereka menggunakan kebaya dan kain.
Untuk kebaya lebih sering dipakai kain polos dengan manik-manik yang bertaburan di sana-sini. Perempuan Sunda identik dengan pakaian yang serba gemerlapan sehingga pada penggunaan hiasan payet lebih ramai dan kemilau.
Kain jarik yang biasa dipakai adalah kain Kebat Dilepe. Beubeur atau ikat pinggang menjadi aksesoris yang dipakai untuk hiasan kebaya selain selendang (karempong).
Sebagai tata rias rambut selain memakai sanggul juga dilengkapi dengan rangkaian bunga melati dan hiasan pada bagian atas yang disebut kembang goyang. Kalung, gelang anting turut dipakai sebagai hiasan.
Sementara pada alasan kaki bisa menggunakan selop. Di daerah Cirebon kebaya diganti dengan baju kurung atau sorong sementara pada kain jariknya sama-sama menggunakan kain batik.
Untuk acara pernikahan juga sering memakai pakaian adat. Untuk perempuan ada banyak sekali aksesoris dan tata rias yang dipakai. Bedak yang dipakai adalah warna kuning dan pewarna bibir berwarna cerah.
Pada bagian kening diselipkan sirih tumbal yang diyakini sanggup menolak bala. Kain yang dipakai pengantin Sunda adalah kain batik dengan corak Lereng Eneng atau sidomukti. Terdapat wiru pada bagian tengah jarik. Pada perkembangan kebaya pengantin Sunda lebih banyak menggunakan kain brokat dengan payet yang cemerlang.
Dalam tata rias rambut banyak sekali simbol-simbol yang dipakai. Misalnya pada mahkota berbentuk gunungan melambangkan kebijaksanaan dalam mengatur rumah tangga.simbol rejeki terletak pada hiasan kembang goyang.
Roncean bunga melati dan tanjung sebagai simbol kesucian. Sementara lambang kesetiaan dan cinta kasih terletak pada 6 hiasan kembang tanjung.
Itulah penjelasan singkat tentang Mengenal Pakaian Adat Sunda, semoga bermanfaat.
Posting Komentar untuk "Mengenal Pakaian Adat Sunda"