Kebudayaan Melayu yang Semakin Terkikis
Berbicara mengenai kebudayaan melayu, kita akan berkiblat pada pada provinsi Riau dan kepulauannya karena konon kabarnya di sanalah pusat kerajaan Melayu yang sesungguhnya. Orang Riau adalah suku bangsa melayu yang mendiami belahan Barat nusantara kita.
Mereka adalah orang-orang yang bangga dengan budayanya terutama tarian-tarian, atau seni berpantun yang mereka tularkan pada khazanah sastra nusantara yang menjadi kekayaan sastra Indonesia.
Namun sayang, masyarakat Riau kurang peduli dengan kebudayaan yang bersifat materi, seperti cagar budaya dan situs peninggalan kerajaan yang tidak dirawat dengan baik.
Padahal, situs terbesar kerajaan Melayu ada di provinsi Riau ini. Berita terakhir menyebutkan situs ini sekarang dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Pemerintah daerah sendiri seolah sudah tidak peduli dengan warisan budaya masa silam.
Berbagai peninggalan masa lampau banyak di temukan di kepulauan Riau. Salah satu kerajaan yang pernah berjaya di sana adalah kerajaan Lingga dengan pusat pemerintahan di pulau Penyengat.
Peninggalan benda budaya tersebut berupa bangunan masjid, benteng, dan makam raja-raja Riau Lingga. Namun sayang, peninggalan ini kurang terawat, seolah dibiarkan mati dimakan zaman.
Pudarnya Pelestarian Budaya
Usaha-usaha pelestarian memang diadakan ala kadarnya, namun tetap saja selalu terbentur masalah dana, sehingga usaha pelestarian pun tidak maksimal. Memang diperlukan dana yang tidak sedikit untuk memelihara lahan seluas 20 hektar.
Namun segala sesuatu kita harus dikembalikan pada niat. Jika ada kecintaan terhadap budaya sendiri, dana sebesar apa pun pasti dianggarkan karena pepatah Melayu sendiri mengucapkan, jika ada kemauan pasti di sana ada jalan.
Nah, situs kerajaan Lingga pun tidak akan menjadi dunia yang hilang jika dirawat dengan baik dan dijadikan objek wisata.
Sekarang coba tanyakan pada orang awam, di pulau Jawa atau di Sumatra sendiri adakah yang tahu kerajaan Lingga. Saya yakin jawabannya tidak tahu. Padahal, kerajaan Lingga adalah kerajaan yang cukup besar yang menyimpan sejarah Melayu kuno.
Begitu pun dengan karya-karya sastra peninggalan pujangga Melayu yang terabaikan di perpustakaan Nasional Provinsi Riau. Padahal, orang Melayu boleh berbangga karena masyarakatnya di masa lalu mahir dalam menulis naskah, terutama karya sastra.
Naskah-naskah Melayu sangat terkenal penyebarannya di nusantara, bahkan banyak disukai suku bangsa lain karena kandungan isinya yang sarat dengan nasihat dan makna.
Sebut saja nama pujangga Riau yang terkenal, Raja Ali. Beliau adalah pujangga yang pernah hidup pada awal abad ke-18. Beliau berasal dari pulau Penyengat, yaitu pusat pemerintahan kerajaan Lingga. Beliau menulis paparan sejarah sejarah Melayu dan Bugis yang saling mempengaruhi selama dua abad.
Karya tulis yang lain pada awal abad ke-18 adalah karya sastra berupa hikayat dan pantun yang sedang naik daun pada masa itu. Hampir semua suku bangsa di nusantara belajar tentang pantun dan hikayat.
Namun sekarang, budaya tersebut telah terkikis zaman, terutama kebudayaan dalam bentuk materi yang sudah dilupakan orang, bahkan oleh pemilik budayanya sendiri yaitu orang Melayu.
Kini naskah-naskah kuno cerita Melayu hanya sebagai tumpukan buku usang penghuni perpustakaan tanpa tersentuh tangan-tangan ajaib yang ingin membahasakan mereka kembali. Orang-orang Riau yang kini lebih hedonis dan kapitalis, merasa sudah tidak penting belajar cerita lama.
Kini adalah zaman modern. Belajar teknologi dan memperkaya diri sendiri adalah budaya yang harus diutamakan.
Inilah hidup yang selalu melupakan sejarah. Ironis, bukan?
Posting Komentar untuk "Kebudayaan Melayu yang Semakin Terkikis"