Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Wayang Golek dan Wayang Kulit Banyumas

 credit image Ikhlasul Amal on flickr.com

Wayang adalah salah satu jenis kesenian asli bangsa Indonesia. Pada artikel kali ini kita akan mempelajari hal - hal seputar wayang, terutama tentang wayang golek dari Jawa Barat dan Wayang kulit Banymas, Jawa Tengah.

Menggali Kearifan Tokoh Wayang Cepot

Siapa yang tidak kenal dengan tokoh wayang Cepot? Masyarakat yang tinggal di tataran Sunda, mayoritas pasti sudah mengenal dan akrab dengannya. 

Dengan karakter humoris, suka ngabodor (membanyol), menggemaskan, dan cuek kepada siapa pun, membuat Cepot menjadi tokoh favorit dari  pencinta wayang golek, kesenian khas Sunda.

Apalagi, Cepot termasuk salah satu tokoh wayang yang cerdas. Guyonannya tidak hanya mengundang gelak tawa semata, akan tetapi juga berbobot. Sering kali terselip pesan – pesan yang berisi petuah maupun kritik sosial. 

Mungkin, ini menjadi salah satu sebab mengapa masyarakat menyukainya. Cepot seolah-olah jadi pelepas “kepenatan” mereka ketika melihat realitas sosial yang terkadang kebal kritik.

Para Dalang pun sering kali menggunakan tokoh Cepot dalam menyampaikan nasihat, kritik maupun petuah dan sindiran yang disampaikan sambil guyon (bercanda). Dan guyonan tersebut menjadi sarana edukasi bagi para penontonnya. 

Cepot memang tokoh wayang golek yang sempurna untuk memberikan hiburan sekaligus “pencerahan”. Banyak nilai-nilai kearifan yang dituturkan oleh Cepot begitu menghujam di pikiran para penonton setianya.

Lihat saja bagaimana piawainya salah satu dalang terkenal Indonesia, yaitu Ki Asep Sunandar Sunarya dalam membawakan tokoh Cepot. 

Begitu hidup, dan begitu memukau. Sehingga masyarakat mengindentikkan dalang Asep Sunandar dengan tokoh si Cepot itu sendiri. Karenanya, Asep Sunandar pun menjadikan si Cepot sebagai kokojo/tokoh unggulan pada setiap pagelaran wayangnya.

Wayang Golek

Jika kita berbicara mengenai Cepot, kiranya akan mengantarkan kita tentang wayang golek. Sebagai teater rakyat yang sangat populer (khususnya di Jawa Barat), wayang golek termasuk warisan bangsa yang perlu dijaga kelestariannya, agar tidak punah dan dapat terus dinikmati oleh anak cucu kita.

Di tataran Sunda, wayang golek punya dua jenis, yaitu wayang golek purwa dan wayang golek papak (cepak). Kedua jenis wayang tersebut dimainkan oleh seorang dalang. 

Tidak hanya berperan sebagai pemimpin pertunjukan, dalang juga berperan dalam menyanyikan suluk, mengatur gamelan, menyuarakan antawacana, mengatur lagu dan lain-lain.

Tugas tersebut terbilang berat. Terkadang tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan dari suatu pertunjukan. Untuk itu, banyak yang mengatakan bahwa profesi dalang adalah pangggilan jiwa. Ia bukan suatu pekerjaan yang bisa dihitung-hitung dengan nilai rupiah.

Cerita yang disuguhkan dalam pagelaran wayang golek biasanya mengambil setting kisah Mahabarata dan Ramayana dengan menggunakan bahasa Sunda. 

Diiringi alat-alat musik tradisional Sunda seperti salendro (gamelan Sunda), seperangkat kendang (sebuah kendang indung dan tiga buah kulanter), rebab, dan gambang, menjadikan pertunjukan ini layaknya sebuah orkestra.

Sejak tahun 1920-an, mulai diperkenalkan keberadaan sinden (musisi perempuan) yang mengiringi pertunjukan wayang golek dengan nyanyian khasnya. Bahkan pada tahun 1960-an, popularitas sinden begitu meroket, bahkan mengalahkan popularitas dalang wayang golek itu sendiri.

Melestarikan Wayang Golek

Selain dukungan pemerintah untuk melestarikan seni yang bertabur nilai-nilai kearifan ini, daya kreatif para dalang pun tidak boleh dilupakan. Kecerdasan mereka dalam membaca keinginan masyarakat yang saat ini semakin banyak berubah selera hiburannya, perlu terus diasah.

Berbagai pakem yang kiranya tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman, tidak ada salahnya untuk didobrak. Selama hal itu tetap mencitrakan wayang golek sebagai seni asli masyarakat Sunda, tidak boleh ragu. 

Hal ini harus dilakukan agar wayang golek tidak tergolek (dilupakan masyarakat) karena tergerus modernisasi hiburan yang banyak menawarkan hedonis semata. Miskin nilai kearifan dalam hidup, tidak seperti seni wayang golek.

Wayang Kulit Banyumas

Bagi Anda yang tinggal di pulau Jawa, khususnya wilayah Jawa Tengah pasti sudah tidak asing dengan kesenian khas daerah Banyumas, yaitu wayang kulit Banyumas. 

Seperti yang telah kita ketahui bahwasannya wayang di masing-masing daerah memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri. Wayang kulit misalnya, memiliki teknik pendalangan yang berbeda-beda.

Seperti wayang kulit Banyumas atau yang dikenal dengan gagrag Banyumasan. Teknik pendalangannya kental sekali dengan latar belakang budaya masyarakat tradisionalnya yang menjalankan kehidupan sehari-hari dengan bertani.

Wayang ini banyak berkembang di sebelah utara pegunungan Kendeng yang dikenal dengan nama gagrag lorgunung. Sementara, wayang kulit yang berkembang di sebelah selatan pegunungan Kendeng dinamakan gagrag Kidul Gunung.

Wayang Kulit Banyumas

Wayang kulit gagrag Banyumasan masih menjadi seni hiburan rakyat yang tak tergantikan sampai sekarang. Hal ini menunjukkan ikatan sosial masyarakat yang kuat terhadap budaya yang menjadi pola hidup sehari-hari mereka.

Wayang kulit ini bisa bertahan karena sering kali menyisipkan isu-isu yang tengah beredar di masyarakat yang disesuaikan dengan sumber cerita dari Mahabarata dan Ramayana. Lakon-lakon yang dimainkan tidak jauh berbeda dengan wayang kulit purwo. 

Namun, dalam wayang kulit gagrag Banyumasan lebih mengedepankan tokoh Punakawan, yaitu mereka yang menjadi pembantu dan pengikut para Pandawa.

Khusus untuk pertunjukkan seni wayang kulit Banyumas, lakon Punakawan dimunculkan dalam bentuk empat tokoh seperti Semarsemorodewo, Garengnolo, Petrukkanthong, dan Baworcarub. 

Keempat tokoh ini hadir sebagai tokoh sentral yang sering menghibur dengan lakon jenaka dan petuah yang dibawakan sang dalang dengan bahasa yang menarik sesuai dengan karakter sang tokoh.

Sulukan atau dramatisasi vokal yang dilakukan sang dalang sangat mempengaruhi sanggit cerita atau kata-kata yang digunakan dalam wayang. Selain itu, iringan gamelan Jawa sangat mempengaruhi pergelaran wayang kulit Banyumas secara keseluruhan.

Tokoh Semar

Dalam pewayangan dikenal tokoh Semar yang memiliki perut buncit, berwajah tua dan lucu, serta suka membuat humor. Tokoh ini sebenarnya tidak ada dalam cerita Mahabarata maupun Ramayana.

Tokoh Semar terlahir dari pemikiran pujangga Jawa yang ingin menggambarkan bumi secara keseluruhan. Lihat saja bentuk tubuhnya yang bulat mewakili bumi beserta isinya. Rasa suka dan duka seorang manusia juga tertoreh pada wajahya yang selalu tersenyum namun bermata sembab seolah sering menangis.

Tokoh Semar digambarkan memiliki anak sebanyak tiga orang yakni Gareng, Petruk, dan Bagong. Perwujudan tokoh Gareng yang pincang kaki dan cacat tangan mewakili manusia yang selalu waspada dalam berperilaku dan tidak suka mengambil hak orang lain.

Petruk memiliki kulit yang hitam legam karena ia tercipta dari bayangan buyutnya yang seorang dewa. Bagong merupakan tokoh yang paling nyeleneh, wajahnya lucu dengan mata bulat dan bibir yang bervolume lebih. 

Bagong di Jawa Timur sering dipanggil dengan sebutan Jamblahita.Wayang golek dan wayang kulit Banyumas merupakan kekayaan seni dan budaya yang perlu untuk terus di lestarikan. 

Dukungan kepada semua pihak yang terlibat dalam usaha melestarikan kesenian tersebut sangat diperlukan agar kesenian tersebut dapat terus abadi dan lestari sehingga bisa terus dinikmati oleh anak cucu kita dimasa yang akan datang. 

Itulah sedikit penjelasan tentang Mengenal Wayang Golek dan Wayang Kulit Banyumas, semoga bisa menambah wawasan dan kecintaan kita terhadap kesenian asli bangsa Indonesia.

Mas Pujakusuma
Mas Pujakusuma "Visi Tanpa Eksekusi Adalah Halusinasi" - Thomas Alva Edison

Posting Komentar untuk " Mengenal Wayang Golek dan Wayang Kulit Banyumas"